Senin, 27 Desember 2010

PENGEMBANGAN KALIMAT


1.      Kalimat Topik

Kalimat topik disebut juga kalimat utama. Kalimat ini mempunyai peran yang sangat penting di dalam paragraf karena merupakan gagasan atau pendirian utama penulis yang terungkap melalui sebuah karangan.  Dari sebuah kalimat topik akan berkembang sebuah karangan yang menunjukkan suatu gambaran kesatuan gagasan. Karena mengandung pikiran atau gagasan utama penulisnya, kalimat topik harus dirumuskan dengan sebaik-baiknya agar dipahami pembaca. Rumusan yang baik untuk kalimat topik adalah rumusan yang dengan jelas memperlihatkan arah dan cara untuk mengembangkan sebuah paragraf. Faktor lain, yang membuat kalimat topik baik, adalah sebagai berikut:

a.       topik, yang terikat pada unsur situasi dan kondisi
1.      waktu tertentu
2.      tempat tertentu
3.      segi atau faktor tertentu
4.      jumlah isu atau butir tertentu
b.      sikap atau pendirian
c.       tujuan penulisan

Contoh perumusan kalimat topik (utama):

Topik Umum               : Membangun Aceh Kembali
Waktu                          : pascagempa dan tsunami (waktu lalu)
Tempat                         : Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Segi/Faktor                   : pembangunan fisik dan mental; pemertahanan NKRI
Sikap/Pendirian                        : setuju dengan konsep akar budaya sebagai basis pembangunan
Tujuan Penulisan   : membahas secara argumentatif

Kalimat topik: Pemerintah membangun Aceh fisik dan mental.

2.      Kalimat Kembangan
      Pengembangan kalimat adalah upaya untuk menguraikan lebih lanjut kalimat topik melalui pemekaran kosakatanya. Pemekaran tersebut berbentuk kalimat-kalimat lanjutan yang memiliki relevansi tinggi dan menghasilkan sebuah wacana (teks) yang bermakna utuh serta mendukung kalimat topik.

Kalimat kembangan yang dihasilkan dari kalimat topik di atas dapat disimak dalam paragraf berikut.  

Setelah satu tahun bencana gempa bumi dan badai tsunami di Aceh lewat, saatnya bagi Pemerintah untuk membangun Aceh secara fisik dan mental. Untuk itu, sejak beberapa bulan lalu Pemerintah memulai kegiatan membangun Aceh yang porak-poranda akibat gempa dan badai itu. Berbagai rancangan yang telah disusun, kini sedang direalisasikan, mulai dari rancangan pembangunan fisik hingga pembangunan mental. Dalam  upaya pembangunan itu, Pemerintah juga memperhitungkan saran masyarakat agar pembangunan itu berakar kepada konsep sosiobudaya rakyat Aceh sendiri. Jika segalanya berjalan dengan baik, kegiatan pembangunan akan berlangsung dalam waktu yang tidak terlalu lama.

UNGKAPAN PENGHUBUNG KALIMAT



(1)   PENGHUBUNG INTRAKALIMAT
Ungkapan penghubung intrakalimat (intra=dalam) adalah kata penghubung yang digunakan hanya di dalam satu kalimat, baik dalam kalimat tunggal maupun dalam kalimat majemuk. Ungkapan/kata penghubung ini biasanya berfungsi sebagai penghubung antara  subjek dan keterangannya, antara predikat dan keterangannya di dalam kalimat, antara kata satu daan kata lainnya, atau antara bagian kalimat yang satu dengan bagian kalimat lainnya.
Penulisan ungkapan penghubung intrakalimat juga dikaitkan dengan penggunaan tanda koma. Ada tanda koma yang mendahului kata penghubung, tetapi ada pula ungkapan penghubung yang sama sekali tidak boleh didahului tanda koma. Selain itu, ada pula kata penghubung yang digunakan dalam penulisan perincian.  Berikut adalah beberapa contoh kata penghubung intrakalimat.

  1. Kata penghubung yang harus didahului tanda koma, antara lain:

…, tetapi                                  …, kecuali                              
…, sedangkan                          …, misalnya
…, melainkan                          …, antara lain
…, seperti                                …, yaitu/yakni

  1. Kata penghubung yang tidak boleh didahului tanda koma adalah:

jika                                          ketika                           maka
agar                                          pada saat                      bila/apabila
supaya                                     demi                            kalau
walaupun                                 sehingga                       dan sebagainya.
meskipun                                 apabila
sungguhpun                             sebelum
sebab                                       sesudah
karena                                      setelah

  1. Kata penghubung dalam perincian dapat diuraikan sebagai berikut.                           

Kata penghubung berikut, yang dipakai dalam perincian, tidak didahului tanda koma jika perincian dalam kalimat hanya terdiri atas dua unsur. Namun, jika perincian dalam kalimat terdiri atas lebih dari dua unsur, kata penghubung berikut ini harus didahului tanda koma, yakni dan, serta, atau.
Contoh: (1) meja dan kursi; (2) meja, kursi, dan lemari


(2)   PENGHUBUNG ANTARKALIMAT
Ungkapan penghubung antarkalimat (antar=inter) adalah kata penghubung yang terletak pada awal kalimat. Letak ungkapan penghubung antarkalimat adalah setelah tanda baca akhir dari kalimat sebelumnya sehingga penulisannya harus selalu diawali dengan huruf kapital. Jadi, ungkapan penghubung antarkalimat digunakan untuk menghubungkan dua kalimat (tunggal atau majemuk) sehingga tampak bahwa kedua kalimat tersebut bersambungan dalam hal makna. Kata penghubung antarkalimat berfungsi menghubungkan kalimat-kalimat dalam sebuah paragraf.  Dalam penulisannya, ungkapan penghubung antarkalimat harus selalu diikuti tanda koma. Berikut ini contoh beberapa kata penghubung antarkalimat.

Namun, …                                                 Oleh karena itu, …
Jadi, …                                                      Sehubungan dengan itu, …
Dalam hal itu, …                                       Dalam hubungan itu/ini, …
Pertama, …                                                            Lagi pula, …
Kedua, …                                                  Meskipun begitu/demikian, …
Ketiga, …                                                  Selain itu, …
Selanjutnya, …                                          Sementara itu, …
Sejak itu, …                                               Kemudian, …
Akan tetapi, …                                          Sebaliknya, …
Bahkan, …                                                            Sekalipun demikian/begitu, …
Walaupun demikian*, …                           Sebenarnya, …
Sejujurnya, …                                            Sebagai simpulan, …
Sebagai akibatnya, …                                Dengan demikian, …
Demikian juga, …                                      Di samping itu, …
Padahal, …                                                            Misalnya, …
Pada umumnya, …                                                Secara umum, …
Pada dasarnya, …                                      Secara garis besar, …
Dengan kata lain, …                                  Bertepatan/bersamaan dengan itu, …
dan sebagainya


Contoh:
Saat harga susu tinggi, peternak bernapas lega karena ada keseimbangan antara pendapatan dan biaya pakan sapi. Sebaliknya, jika harga susu merosot, peternak hanya bisa mengelus dada. Untuk mengantisipasi ketidakstabilan harga susu, peternak sepakat mendirikan koperasi susu untuk memproduksi keju. Dengan demikian, peternak akan memperoleh pendapatan secara teratur tanpa permainan harga, baik oleh tengkulak maupun pemerintah.

Catatan:

            Kata atau ungkapan penghubung tidak terbatas jumlahnya pada contoh yang dikemukakan di atas, tetapi setiap penulis berhak menciptakan penghungnya sendiri. Dengan syarat bahwa penghubung itu benar-benar berfungsi merekatkan kata-kata dalam kalimat serta tidak merusak kalimat secara ketatabahasaan. Berikut adalah contoh penghubung antarkalimat: Pada umumnya, …   
Pada dasarnya, …
Pada awalnya, …
Ketika itu, …
Dan sebagainya.

KALIMAT


A.     Pengertian:
1.      Kalimat adalah satuan bentuk bahasa terkecil, yang memiliki makna,
2.      Dalam bentuk tulis, kalimat selalu diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!).
3.      Kalimat wajib memiliki predikat (P), yang terdiri atas kata kerja atau bukan kata kerja. Pada umumnya jumlah predikat yang berupa kata kerja jauh lebih banyak daripada predikat bukan kata kerja. Predikat dapat ditandai dengan ungkapan tanya “melakukan apa”, “sedang apa”, “jadi apa”, dan “bagaimana”.
4.      Kalimat juga wajib memiliki pokok (subjek) kalimat (S) yang dapat ditemukan melalui pertanyaan dengan menggunakan kata tanya apa, siapa, dsb. terhadap  kata predikatnya.
5.      Kalimat dapat dilengkapi dengan unsur keterangan yang bersifat opsional (mana suka), antara lain objek (O) atau pelengkap penderita dan keterangan (K).
6.      Kalimat lengkap terdiri atas subjek, predikat, objek, dan keterangan (S-P-O-K). Akan tetapi, kalimat juga dapat hanya terdiri atas subjek dan predikat (S-P).
7.      Kata-kata yang mendukung sebuah kalimat harus dapat bersinergi mencitrakan sebuah makna yang utuh. Untuk itu, diperlukan bentuk bahasa yang dapat merekatkan kata tertentu dengan kata lainnya dalam kalimat. Perekat tersebut berupa kata penghubung  yang lazim digunakan dalam kalimat, yang disebut penghubung intrakalimat, seperti dan, atau, sedangkan, serta, sehingga, tetapi, karena, dsb.

B.     Ragam Kalimat:
1.       Kalimat (bahasa) tulisan, yaitu kalimat yang dituliskan sebagai bagian dari karangan, dsb. Sebagai bagian dari bahasa tulis, ragam kalimat ini memiliki kaidah yang ketat dan harus dipatuhi penulis. (Lihat A)
2.      Kalimat tutur, yaitu kalimat yang diungkapkan secara lisan. Jika dibandingkan dengan ragam kalimat tulisan, ragam ini secara prinsip juga memiliki kaidah yang sama, tetapi tidak seketat kaidah dalam kalimat tulisan. Pengguna bahasa mempunyai kebebasan dan kelonggaran dalam mengungkapkannya. Misalnya, dalam hal pilihan kata atau dalam hal pemakaian unsur-unsurnya.

C.     Ciri Kalimat:
1.   Fisik:
Secara fisik dapat dilihat bahwa susunan kalimat yang lazim adalah
s-p;  s-p-o; s-p-o-k (meliputi kalimat sederhana dan kalimat majemuk). (Lihat A)

2.   Isi:
Isi kalimat harus mengungkapkan adanya
             a.      kesatuan pikiran
            b.      kesatuan susunan (koherensi)
             c.      variasi
            d.      paralelisme/kesejajaran
             e.      penalaran (logika)
              f.      penekanan

3.   Susunan:
Susunan kalimat terikat pada hukum linear (kata yang berdekatan mempunyai hubungan yang langsung).

4.      Kelompok Kalimat

Kelompok kalimat adalah sejumlah kalimat yang merupakan kesatuan yang memiliki makna utuh, mendukung hanya satu masalah, dan dikenal dengan sebutan paragraf atau alinea.

5.      Penanda Hubungan
Kalimat-kalimat yang terangkum dalam sebuah paragraf ditandai oleh adanya perekat, yang biasanya berbentuk kata penghubung dan pengulangan.

D.     Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang tertib, hemat kata, dan logis. Keefektifan kalimat tampak dari cara penyampaian bahasa yang lugas, tidak berlebihan dalam pemakaian kata, baik kata biasa maupun kata penghubung, serta bentuk-bentuk pengulangannya. Kalimat efektif menunjukkan bahwa makin sederhana bentuk kalimat, makin mudah dipahami pembaca.
Kalimat efektif adalah kalimat yang memiliki ciri-ciri yang menunjukkan kemampuan penulis untuk menimbulkan kembali gagasan pada pikiran pembaca seperti apa yang ada dalam pikiran penulis. Kalimat efektif lebih mengutamakan keefektifan kalimat sehingga kejelasan kalimat dapat terjamin.
Kalimat efektif mempunyai ciri-ciri yang khas, yaitu kesepadanan struktur, keparalelan/ kesejajaran, ketegasan, kehematan, kecermatan, kepaduan, dan kelogisan/kebernalaran.
  1. Kesepadanan
Seimbang antara pikiran (gagasan) dan struktur bahasa yang dipakai. Keseimbangan itu diperlihatkan oleh adanya kesatuan gagasan dan kepaduan jalan pikiran penulis. Misalnya, kalimat harus memiliki subjek dan predikat yang jelas. Kata depan di, dalam, bagi, untuk, pada, dan sebagainya, pada posisi awal kalimat sebaiknya dihindari pemakaiannya karena selalu mengaburkan subjek kalimatnya.
Contoh:
Bagi semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah sebelum perkuliahan dimulai. (Kata bagi mengaburkan fungsi semua mahasiswa sebagai subjek.)
  1. Keparalelan/Kesejajaran
Bentuk kalimat terdiri atas bentuk aktif dan pasif. Dalam proses pengembangannya menjadi paragraf, kedua bentuk tersebut sebaiknya tidak dipadukan. Artinya, Anda harus memilih salah satu bentuk: aktif atau pasif. Keparalelan juga berlaku untuk bentuk-bentuk kata dan imbuhan yang digunakan.  Artinya, kalau Anda sudah menggunakan kata benda, maka bentuk kedua dan seterusnya sebaiknya juga berupa kata benda. Kalau bentuk pertama adalah kata kerja, maka bentuk kedua dan seterusnya juga menggunakan kata kerja.
Contoh:
Harga minyak dibekukan dan “kenaikan” secara luwes. (Catatan: dibekukan dan kenaikan tidak sejajar; seharusnya adalah “dibekukan dan dinaikkan”.)
  1. Ketegasan/Penekanan
Ketegasan atau penekanan dalam sebuah kalimat dilakukan dengan menonjolkan gagasan pokok kalimat tersebut. Caranya, antara lain dengan menempatkan bagian kalimat yang ditonjolkan pada posisi kalimat yang menguntungkan, yaitu pada bagian awal kalimat.
Contoh:
Wajahnya cantik dan kepribadiannya menarik sehingga disukai banyak orang.
Dia disukai banyak orang karena wajah cantik dan kepribadian yang menarik.
  1. Kehematan
Kata, frase (kelompok kata), atau bentuk lain yang tidak dianggap perlu, sebaiknya tidak digunakan dalam kalimat. Hal ini dapat dilakukan, misalnya, dengan cara:
1)      meniadakan/meminimalisasi pengulangan subjek atau predikat pada kalimat majemuk;
2)      menghindari pemakaian bentuk yang berlebih/berlewah, seperti adalah merupakan, seperti misalnya, dan agar supaya.
  1. Kecermatan
Kalimat yang baik tidak boleh menimbulkan penafsiran ganda. Oleh karena itu, kalimat harus diisi dengan kata-kata pilihan yang tepat dan jelas artinya.
Contoh: Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu menerima hadiah.
(Catatan: Siapa/apa yang terkenal? Mahasiswa atau perguruan tingginya?)
  1. Kepaduan
      Kalimat harus memiliki sifat terpadu. Artinya, pernyataan yang tertulis dalam kalimat itu harus merupakan satu informasi yang tidak terpecah-pecah. Kalimat yang panjang dan bertele-tele uraiannya harus dihindari agar kepaduan kalimat dapat terjaga.
  1. Kelogisan/Kebernalaran
Ide/gagasan utama kalimat dapat diterima oleh akal sesuai dengan penalaran pembaca.

E.     Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk

1.   Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa*. Kalimat tersebut hanya memiliki satu bagian kalimat dengan satu subjek dan satu (atau dianggap satu) predikat. Adanya objek dan keterangan dalam kalimat tunggal tidak wajib, tetapi jika ada, keduanya menjadi pelengkap kalimat. Dengan demikian, kalimat tidak hanya terdiri atas subjek-predikat, tetapi dapat juga terdiri atas subjek-predikat-objek; subjek-predikat-keterangan; atau subjek-predikat-objek-keterangan. Di samping itu, kalimat tunggal tidak selalu dalam wujud yang pendek, tetapi ada kalanya juga panjang, sebagaimana contoh di bawah. Selain mengandung unsur wajib subjek dan predikat, untuk kemudahan pemahaman, kalimat perlu memakai tanda baca dan kata penghubung dan, atau, serta, tetapi, sedangkan, dan lain-lain. Contoh:
(1)     Dia bekerja di bank.
(2)     Kami mahasiswa Atma Jaya.
(3)     Mereka akan membentuk kelompok belajar.
(4)     Mereka makan dan minum di kedai itu.
(5)   Guru matematika kami akan dikirim ke luar negeri setelah ujian kenaikan kelas.                                         
2.      Kalimat Majemuk
Kalimat mejemuk adalah kalimat yang terdiri atas lebih dari satu klausa, yang memiliki paling sedikit dua predikat yang tidak dapat dijadikan suatu kesatuan. Di antara klausa-klausa dalam kalimat majemuk terdapat hubungan yang sifatnya koordinatif (setara) dan subordinatif (bertingkat). Oleh karena itu, kalimat majemuk terbagi atas dua jenis, yakni kalimat majemuk setara atau koordinatif dan kalimat majemuk bertingkat atau subordinatif. Uraian kedua jenis kalimat itu dapat disimak berikut ini.

1)      Kalimat Majemuk Setara
Kalimat majemuk setara adalah kalimat yang hubungan antara klausa yang satu dan klausa lainnya bersifat koordinatif atau sejajar. Tidak ada hubungan sebagaimana hubungan antara kalimat induk dan anak kalimat, tetapi kedua bagian kalimat (klausa) itu berkedudukan sebagai induk kalimat. Contoh:
(1)  Dia pergi dan istrinya menangis.
(2)     Dia menangis ketika suaminya berangkat ke Jakarta.
(3)     Saya bersedia, tetapi dia menolak membicarakannya.

(4)     Kita pergi sekarang atau kita akan kehabisan karcis.

(5)     Anda datang ke rumah saya atau saya datang ke rumah Anda.

Kata penghubung yang lazim digunakan dalam kalimat majemuk setara, antara lain dan, atau, tetapi, ketika, dan saat.

2)      Kalimat Majemuk Bertingkat

Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang di antara klausanya memiliki hubungan subordinatif, Artinya, di antara klausa dalam kalimat ada yang berkedudukan sebagai induk kalimat, ada pula yang berfungsi sebagai anak kalimat. Dengan demikian, hubungan keduanya tidaklah setara, tetapi bertingkat.
Contoh:
(1)     Dia pergi sebelum istrinya menangis.
(2)     Saya bersedia meskipun dia menolak membicarakannya.
(3)   Mahasiswa yang nilainya rendah harus diuji lagi.
(4)   Banyak mahasiswa mengeluh karena dosen A jarang mengajar.
(5)   Ibu Amin mengatakan bahwa anaknya telah lulus dari Univ. Yarsi.
(6)   Saya tidak yakin apakah dia akan datang.
(7)   Saya tahu di mana anak itu tinggal.
(8)   Andaikan saya beroleh kesempatan, saya akan melakukan tugas sebaik-baiknya.
(9)   Meskipun usianya sudah lanjut, semangat belajarnya tidak pernah padam
(10) Dia tetap tinggal di kampungnya, sementara lumpur mulai menggenangi rumahnya.

Kata penghubung yang lazim digunakan dalam kalimat majemuk bertingkat, antara lain:

a.       Penghubung waktu: setelah, sesudah, sebelum, sehabis, sejak, selesai, ketika, tatkala, sewaktu, sementara, sambil, seraya, selagi, selama, sehingga, sampai
b.       Penghubung syarat: jika, kalau, jikalau, asal(kan), bila, manakala
c.        Penghubung pengandaian: andaikan, seandainya, andaikata, sekiranya
d.       Penghubung tujuan: agar, supaya, biar
e.        Penghubung konsesif: biarpun, meski(pun), sungguhpun, sekalipun, walau(pun), kendati(pun)
f.        Penghubung pembandingan atau kemiripan: seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai, bagaikan, laksana, daripada, alih-alih, ibarat
g.       Penghubung sebab dan alasan: sebab, karena, oleh karena
h.       Penghubung hasil dan akibat: sehingga, sampai (-sampai)
i.         Penghubung cara: dengan, tanpa
j.         Penghubung alat: dengan, tanpa