Senin, 27 Desember 2010

KALIMAT


A.     Pengertian:
1.      Kalimat adalah satuan bentuk bahasa terkecil, yang memiliki makna,
2.      Dalam bentuk tulis, kalimat selalu diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!).
3.      Kalimat wajib memiliki predikat (P), yang terdiri atas kata kerja atau bukan kata kerja. Pada umumnya jumlah predikat yang berupa kata kerja jauh lebih banyak daripada predikat bukan kata kerja. Predikat dapat ditandai dengan ungkapan tanya “melakukan apa”, “sedang apa”, “jadi apa”, dan “bagaimana”.
4.      Kalimat juga wajib memiliki pokok (subjek) kalimat (S) yang dapat ditemukan melalui pertanyaan dengan menggunakan kata tanya apa, siapa, dsb. terhadap  kata predikatnya.
5.      Kalimat dapat dilengkapi dengan unsur keterangan yang bersifat opsional (mana suka), antara lain objek (O) atau pelengkap penderita dan keterangan (K).
6.      Kalimat lengkap terdiri atas subjek, predikat, objek, dan keterangan (S-P-O-K). Akan tetapi, kalimat juga dapat hanya terdiri atas subjek dan predikat (S-P).
7.      Kata-kata yang mendukung sebuah kalimat harus dapat bersinergi mencitrakan sebuah makna yang utuh. Untuk itu, diperlukan bentuk bahasa yang dapat merekatkan kata tertentu dengan kata lainnya dalam kalimat. Perekat tersebut berupa kata penghubung  yang lazim digunakan dalam kalimat, yang disebut penghubung intrakalimat, seperti dan, atau, sedangkan, serta, sehingga, tetapi, karena, dsb.

B.     Ragam Kalimat:
1.       Kalimat (bahasa) tulisan, yaitu kalimat yang dituliskan sebagai bagian dari karangan, dsb. Sebagai bagian dari bahasa tulis, ragam kalimat ini memiliki kaidah yang ketat dan harus dipatuhi penulis. (Lihat A)
2.      Kalimat tutur, yaitu kalimat yang diungkapkan secara lisan. Jika dibandingkan dengan ragam kalimat tulisan, ragam ini secara prinsip juga memiliki kaidah yang sama, tetapi tidak seketat kaidah dalam kalimat tulisan. Pengguna bahasa mempunyai kebebasan dan kelonggaran dalam mengungkapkannya. Misalnya, dalam hal pilihan kata atau dalam hal pemakaian unsur-unsurnya.

C.     Ciri Kalimat:
1.   Fisik:
Secara fisik dapat dilihat bahwa susunan kalimat yang lazim adalah
s-p;  s-p-o; s-p-o-k (meliputi kalimat sederhana dan kalimat majemuk). (Lihat A)

2.   Isi:
Isi kalimat harus mengungkapkan adanya
             a.      kesatuan pikiran
            b.      kesatuan susunan (koherensi)
             c.      variasi
            d.      paralelisme/kesejajaran
             e.      penalaran (logika)
              f.      penekanan

3.   Susunan:
Susunan kalimat terikat pada hukum linear (kata yang berdekatan mempunyai hubungan yang langsung).

4.      Kelompok Kalimat

Kelompok kalimat adalah sejumlah kalimat yang merupakan kesatuan yang memiliki makna utuh, mendukung hanya satu masalah, dan dikenal dengan sebutan paragraf atau alinea.

5.      Penanda Hubungan
Kalimat-kalimat yang terangkum dalam sebuah paragraf ditandai oleh adanya perekat, yang biasanya berbentuk kata penghubung dan pengulangan.

D.     Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang tertib, hemat kata, dan logis. Keefektifan kalimat tampak dari cara penyampaian bahasa yang lugas, tidak berlebihan dalam pemakaian kata, baik kata biasa maupun kata penghubung, serta bentuk-bentuk pengulangannya. Kalimat efektif menunjukkan bahwa makin sederhana bentuk kalimat, makin mudah dipahami pembaca.
Kalimat efektif adalah kalimat yang memiliki ciri-ciri yang menunjukkan kemampuan penulis untuk menimbulkan kembali gagasan pada pikiran pembaca seperti apa yang ada dalam pikiran penulis. Kalimat efektif lebih mengutamakan keefektifan kalimat sehingga kejelasan kalimat dapat terjamin.
Kalimat efektif mempunyai ciri-ciri yang khas, yaitu kesepadanan struktur, keparalelan/ kesejajaran, ketegasan, kehematan, kecermatan, kepaduan, dan kelogisan/kebernalaran.
  1. Kesepadanan
Seimbang antara pikiran (gagasan) dan struktur bahasa yang dipakai. Keseimbangan itu diperlihatkan oleh adanya kesatuan gagasan dan kepaduan jalan pikiran penulis. Misalnya, kalimat harus memiliki subjek dan predikat yang jelas. Kata depan di, dalam, bagi, untuk, pada, dan sebagainya, pada posisi awal kalimat sebaiknya dihindari pemakaiannya karena selalu mengaburkan subjek kalimatnya.
Contoh:
Bagi semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah sebelum perkuliahan dimulai. (Kata bagi mengaburkan fungsi semua mahasiswa sebagai subjek.)
  1. Keparalelan/Kesejajaran
Bentuk kalimat terdiri atas bentuk aktif dan pasif. Dalam proses pengembangannya menjadi paragraf, kedua bentuk tersebut sebaiknya tidak dipadukan. Artinya, Anda harus memilih salah satu bentuk: aktif atau pasif. Keparalelan juga berlaku untuk bentuk-bentuk kata dan imbuhan yang digunakan.  Artinya, kalau Anda sudah menggunakan kata benda, maka bentuk kedua dan seterusnya sebaiknya juga berupa kata benda. Kalau bentuk pertama adalah kata kerja, maka bentuk kedua dan seterusnya juga menggunakan kata kerja.
Contoh:
Harga minyak dibekukan dan “kenaikan” secara luwes. (Catatan: dibekukan dan kenaikan tidak sejajar; seharusnya adalah “dibekukan dan dinaikkan”.)
  1. Ketegasan/Penekanan
Ketegasan atau penekanan dalam sebuah kalimat dilakukan dengan menonjolkan gagasan pokok kalimat tersebut. Caranya, antara lain dengan menempatkan bagian kalimat yang ditonjolkan pada posisi kalimat yang menguntungkan, yaitu pada bagian awal kalimat.
Contoh:
Wajahnya cantik dan kepribadiannya menarik sehingga disukai banyak orang.
Dia disukai banyak orang karena wajah cantik dan kepribadian yang menarik.
  1. Kehematan
Kata, frase (kelompok kata), atau bentuk lain yang tidak dianggap perlu, sebaiknya tidak digunakan dalam kalimat. Hal ini dapat dilakukan, misalnya, dengan cara:
1)      meniadakan/meminimalisasi pengulangan subjek atau predikat pada kalimat majemuk;
2)      menghindari pemakaian bentuk yang berlebih/berlewah, seperti adalah merupakan, seperti misalnya, dan agar supaya.
  1. Kecermatan
Kalimat yang baik tidak boleh menimbulkan penafsiran ganda. Oleh karena itu, kalimat harus diisi dengan kata-kata pilihan yang tepat dan jelas artinya.
Contoh: Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu menerima hadiah.
(Catatan: Siapa/apa yang terkenal? Mahasiswa atau perguruan tingginya?)
  1. Kepaduan
      Kalimat harus memiliki sifat terpadu. Artinya, pernyataan yang tertulis dalam kalimat itu harus merupakan satu informasi yang tidak terpecah-pecah. Kalimat yang panjang dan bertele-tele uraiannya harus dihindari agar kepaduan kalimat dapat terjaga.
  1. Kelogisan/Kebernalaran
Ide/gagasan utama kalimat dapat diterima oleh akal sesuai dengan penalaran pembaca.

E.     Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk

1.   Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa*. Kalimat tersebut hanya memiliki satu bagian kalimat dengan satu subjek dan satu (atau dianggap satu) predikat. Adanya objek dan keterangan dalam kalimat tunggal tidak wajib, tetapi jika ada, keduanya menjadi pelengkap kalimat. Dengan demikian, kalimat tidak hanya terdiri atas subjek-predikat, tetapi dapat juga terdiri atas subjek-predikat-objek; subjek-predikat-keterangan; atau subjek-predikat-objek-keterangan. Di samping itu, kalimat tunggal tidak selalu dalam wujud yang pendek, tetapi ada kalanya juga panjang, sebagaimana contoh di bawah. Selain mengandung unsur wajib subjek dan predikat, untuk kemudahan pemahaman, kalimat perlu memakai tanda baca dan kata penghubung dan, atau, serta, tetapi, sedangkan, dan lain-lain. Contoh:
(1)     Dia bekerja di bank.
(2)     Kami mahasiswa Atma Jaya.
(3)     Mereka akan membentuk kelompok belajar.
(4)     Mereka makan dan minum di kedai itu.
(5)   Guru matematika kami akan dikirim ke luar negeri setelah ujian kenaikan kelas.                                         
2.      Kalimat Majemuk
Kalimat mejemuk adalah kalimat yang terdiri atas lebih dari satu klausa, yang memiliki paling sedikit dua predikat yang tidak dapat dijadikan suatu kesatuan. Di antara klausa-klausa dalam kalimat majemuk terdapat hubungan yang sifatnya koordinatif (setara) dan subordinatif (bertingkat). Oleh karena itu, kalimat majemuk terbagi atas dua jenis, yakni kalimat majemuk setara atau koordinatif dan kalimat majemuk bertingkat atau subordinatif. Uraian kedua jenis kalimat itu dapat disimak berikut ini.

1)      Kalimat Majemuk Setara
Kalimat majemuk setara adalah kalimat yang hubungan antara klausa yang satu dan klausa lainnya bersifat koordinatif atau sejajar. Tidak ada hubungan sebagaimana hubungan antara kalimat induk dan anak kalimat, tetapi kedua bagian kalimat (klausa) itu berkedudukan sebagai induk kalimat. Contoh:
(1)  Dia pergi dan istrinya menangis.
(2)     Dia menangis ketika suaminya berangkat ke Jakarta.
(3)     Saya bersedia, tetapi dia menolak membicarakannya.

(4)     Kita pergi sekarang atau kita akan kehabisan karcis.

(5)     Anda datang ke rumah saya atau saya datang ke rumah Anda.

Kata penghubung yang lazim digunakan dalam kalimat majemuk setara, antara lain dan, atau, tetapi, ketika, dan saat.

2)      Kalimat Majemuk Bertingkat

Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang di antara klausanya memiliki hubungan subordinatif, Artinya, di antara klausa dalam kalimat ada yang berkedudukan sebagai induk kalimat, ada pula yang berfungsi sebagai anak kalimat. Dengan demikian, hubungan keduanya tidaklah setara, tetapi bertingkat.
Contoh:
(1)     Dia pergi sebelum istrinya menangis.
(2)     Saya bersedia meskipun dia menolak membicarakannya.
(3)   Mahasiswa yang nilainya rendah harus diuji lagi.
(4)   Banyak mahasiswa mengeluh karena dosen A jarang mengajar.
(5)   Ibu Amin mengatakan bahwa anaknya telah lulus dari Univ. Yarsi.
(6)   Saya tidak yakin apakah dia akan datang.
(7)   Saya tahu di mana anak itu tinggal.
(8)   Andaikan saya beroleh kesempatan, saya akan melakukan tugas sebaik-baiknya.
(9)   Meskipun usianya sudah lanjut, semangat belajarnya tidak pernah padam
(10) Dia tetap tinggal di kampungnya, sementara lumpur mulai menggenangi rumahnya.

Kata penghubung yang lazim digunakan dalam kalimat majemuk bertingkat, antara lain:

a.       Penghubung waktu: setelah, sesudah, sebelum, sehabis, sejak, selesai, ketika, tatkala, sewaktu, sementara, sambil, seraya, selagi, selama, sehingga, sampai
b.       Penghubung syarat: jika, kalau, jikalau, asal(kan), bila, manakala
c.        Penghubung pengandaian: andaikan, seandainya, andaikata, sekiranya
d.       Penghubung tujuan: agar, supaya, biar
e.        Penghubung konsesif: biarpun, meski(pun), sungguhpun, sekalipun, walau(pun), kendati(pun)
f.        Penghubung pembandingan atau kemiripan: seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai, bagaikan, laksana, daripada, alih-alih, ibarat
g.       Penghubung sebab dan alasan: sebab, karena, oleh karena
h.       Penghubung hasil dan akibat: sehingga, sampai (-sampai)
i.         Penghubung cara: dengan, tanpa
j.         Penghubung alat: dengan, tanpa

1 komentar: